ASUHAN
PADA PASIEN PRE DAN PASCA BEDAH PADA KASUS KEBIDANAN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
I
S
U
S
U
N
OLEH:
Nama :
Sahyuni Sari Marbun
NIM :
1601031036
PROGRAM
STUDI D4 KEBIDANAN
FAKULTAS
FARMASI DAN KESEHATAN UMUM
INSTITUT
KESEHATAN HELVETIA MEDAN
TAHUN
AJARAN 2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT kaırna atas Berkah,
Rahmat Dan Hidayah-Nyalah sehingga makalah ini dapat terselesaikan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan haik dalam hal teknik penulisan, tata hahasa maupun isinya. Oleh
karena itü kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapakan demi
penyempurnaan makalah ini pada masa yang akan datang. Akhir kata, semoga makalah
ini dapa memberikan manfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya para pembaca
sekalian.
Medan, 03 Mei 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan......................................................................... 2
1.4. Manfaat Penulisan.................................................................. ... 2
BAB II PEMBAHASAN
1.1. Pengertian prebedah dan pasca bedah........................................ 3
1.2. Faktor resiko pada pasien pre dan pasca
bedah.......................... 5
1.3. Persiapan pasien pre dan pasca bedah......................................... 6
1.4.Asuhan pasca bedah..................................................................... 11
1.5. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam penanganan
pasca operasi ............................................... 12
1.6. Penatalaksanaan pada kasus pasca bedah................................... 13
1.7. Komplikasi dan penanganan pada kasus pasca
bedah ............... 15
1.8. Pendokumentasian ................................................................. ... 18
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 24
B. Saran............................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman
yang sulit bagi hapir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja
terjadi yang akan membahayakan bagi pasien. Maka tak heran jika seringkali
pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan
yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala
macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap
keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan
pembiusan. Perawat dan bidan mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap
tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi.
Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik
secara fisik maupun psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung
pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan
yang terkait (dokter bedah, dokter anestesi, perawat/bidan) di samping peranan
pasien yang kooperatif selama proses perioperatif.
Ada tiga faktor penting yang terkait dalam pembedahan,
yaitu penyakit pasien, jenis pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari
ketiga faktor tersebut faktor pasien merupakan hal yang paling penting, karena
bagi penyakit tersebut tidakan pembedahan adalah hal yang baik/benar. Tetapi
bagi pasien sendiri pembedahan mungkin merupakan hal yang paling mengerikan
yang pernah mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah pentig
untuk melibatkan pasien dalam setiap langkah-langkah perioperatif. Tindakan
perioperatif yang berkesinambungan dan tepat akan sangat berpengaruh terhadap
suksesnya pembedahan dan kesembuhan pasien.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pre dan pasca bedah.
2. Apa faktor resiko pada pasien pre dan pasca bedah.
3. Bagaimana persiapan pasien pre dan pasca bedah.
4. Bagaimana asuhan yang diberikan pada pasien pasca
bedah.
5. Apa hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan
pasca bedah.
6. Bagaimana penatalaksaan pasien pasca bedah.
7. Apa komplikasi dan bagaimana penanganan pada kasus
pasca bedah.
8. Bagaimana pendokumentasian pada kasus pasca bedah.
C.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan pembuatan makalah kami ini yaitu:
1. Untuk bahan tugas KDK.
2. Untuk menambah ilmu dan wawasan tentang asuhan pre dan
pasca bedah dalam kebidanan.
D.
Manfaat Penulisan
Adapun
manfaat dari penulisan makalah kami ini yaitu:
1. Untuk mengetahui apa pengertian pre dan pasca bedah.
2. Untuk mengetahui apa faktor resiko pada pasien pre dan
pasca bedah.
3. Untuk mengetahui bagaimana persiapan pasien pre dan
pasca bedah.
4. Untuk mengetahui bagaimana asuhan yang diberikan pada
pasien pasca bedah.
5.
Untuk mengetahui apa
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasca bedah.
6.
Untuk mengetahui
bagaimana penatalaksaan pasien pasca bedah.
7.
Untuk mengetahui
komplikasi dan penanganan pada kasus pasca bedah.
8. Untuk mengetahui Bagaimana pendokumentasian pada kasus
pasca bedah.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1. Pengertian Pre dan Pasca Bedah
Pre bedah atau pre operasi
adalah masa sebelum dilakukannya tindakan pembedahan , dimulai sejak
persiapan pembedahan dan berakhir sampai pesien dimeja bedah.
Pemeriksaan lain yang dianjurkan sebelum
pelaksanaan operasi adalah Radiografi toraks, kapasitas vital, fungsi paru-paru,
analisis gas darah pada Pematuan sistem respirasi, dan elektrodiograf;
pemeriksaan darah seperti, Leukosit, eritosit, hematokrit, elektrolit dan
lain-lain; pemeriksaan air kencing, Albumin, blood Urea nitrogen (BUN),
kreatinin untuk menentukan gangguan Sistem renal dan pemeriksaan kadar gula
darah atau lainnya untuk mendeteksi gangguan metabolisme.
Pengertian Post
Operasi / Pasca Bedah adalah
asuhan post operasi (segera setelah operasi) harus dilakukan di ruang pemulihan
tempat adanya akses yang cepat ke oksigen, pengisap, peralatan resusitasi,
monitor, bel panggil emergensi, dan staf terampil dalam jumlah dan jenis yang
memadai.
Secara umum ada dua:
1. Berdasarkan
lokasi pembedahan.
2. Berdasarkan
tujuan pembedahan
Jenis pembedahan berdasarkan lokasi terdiri dari:
1. Bedah
kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah).
2. Bedah
toraks (dada)
3. Bedah
neurologi (syaraf).
4. Bedah
orthopedic (tulang)
5. Bedah
urologi (saluran perkemihan)
6. Bedah
kepala leher
7. Bedah
digestif (saluran pencernaan).
8. Bedah
caesar dan masih banyak lagi lainnya.
Sedangkan jenis pembedahan berdasarkan tujuan terdiri
dari:
1. Pembedahan
diagnostic, yang bertujuan untuk menentukan sebab terjadinya gejala dari
penyakit seperti biopsy, eksplorasi dan laparotomi.
2. Pembedahan
kuratif, pembedahan yang dilakukan untuk mengambil bagian dari penyakit,
seperti pembedahan apendiktomy.
3. Pembedahan
restorative, pembedahan yang dilakukan untuk memperbaiki deformitas (kecacatan)
dan untuk menyambung daerah yang terpisah.
4. Pembedahan
paliatif adalah pembedahan yang dilakukan untuk mengurangi gejala saja dan
tidak untuk mengurangi penyakit
5. Pembedahan
kosmetik adalah pembedahan yang dilakukan untuk memperbaiki bentuk dalam tubuh
misalnya rhinoplasty (operasi untuk membuat hidung menjadi lebih mancung).
Berdasarkan jenis anestesi terdiri dari :
1. Anestesi
umum merupakan suatu tindakan pembiusan yang dilakukan untuk memblok pusat
kesadaran otak dengan menghilangkan kesadaran dan menimbulkan relaksasi serta
hilangnya perasaan. Pada umumnya metode pemberiannya adalah dengan inhalasi dan
intravena.
2. Anestesi
regional merupakan jenis anestesi yang dilakukan untuk meniadakan proses
kejutan pada ujung atau serabut syaraf serta ada hilangnya perasaan pada daerah
tubuh tertentu akan tetapi pasien masih sadar. Metode pemberian yang digunakan
adalah melakukan blok syaraf, memblok regional intravena dengan tourniquet,
blok daerah spinal dan melalui epidural.
3. Anestesi
lokal merupakan anestesi yang dilakukan untuk memblok transmisi impuls syaraf
pada daerah yang akan dilakukan tindakan serta perasaan pada daerah tertentu
dan pasien tetap dalam kondisi sadar. Metode yang digunakan adalah inflitrasi
atau topical.
4. Hipno
anestesi merupakan anestesi yang dilakukan untuk membuat status kesadaran pasif
secara artificial/ buatan sehingga terjadi peningkatan ketaatan kepada saran
atau perintah serta mengurangi kesadaran dan membuat perhatiannya menjadi
terbatas.
5. Akupuntur
merupakan anestesi yang dilakukan untuk memblok rangsangan nyeri dengan
merangsang keluarnya endorphin tanpa menghilangkan kesadaran. Metode yang
banyak digunakan adalah jarum atau electrode pada permukaan tubuh.
1.2.Faktor Resiko Pada
Pasien Pre Dan Pasca Operasi
Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain :
1.
Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan
usia lanjut mempunyai resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan
fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun . sedangkan pada bayi dan
anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ.
2. Nutrisi
Kondisi malnutrisi dan obesitas/kegemukan lebih
beresiko terhadap pembedahan dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik
terutama pada fase penyembuhan. Pada orang malnutisi maka orang tersebut
mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan
luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air, vitamin
C, vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan
untuk sintesis protein).
Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan
jaringan lemak, terutama sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu,
obesitas meningkatkan permasalahan teknik dan mekanik. Oleh karenanya devisiensi
dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obesitas sering sulit dirawat karena
tambahan berat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaring miring dan
karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pasca operatif.
Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik
dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien obesitas.
3. Penyakit
Kronis
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler,
diabetes, PPOM, dan insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan
pemakian energi kalori untuk penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit ini
banyak masalah sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun
pasca pembedahan sangat tinggi.
4. Ketidaksempurnaan
respon neuro endokrin
Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin,
seperti dibetes melitus yang tidak terkontrol, bahaya utama yang mengancam
hidup pasien saat dilakukan pembedahan adalah terjadinya hipoglikemia yang
mungkin terjadi selama pembiusan akibat agen anastesi. Atau juga akibat masukan
karbohidrat yang tidak adekuat pasca operasi atau pemberian insulin yang
berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah glukosuria. Pasien yang mendapat
terapi kortikosteroid beresiko mengalami insufisiensi adrenal. Penggunaan
oabat-obatan kortikosteroid harus sepengetahuan dokter anastesi dan dokter
bedahnya.
5.
Merokok
Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami
gangguan vaskuler, terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan
meningkatkan tekanan darah sistemiknya.
6.
Alkohol dan
obat-obatan
Individu dengan riwayat alkoholik kronik seringkali
menderita malnutrisi dan masalah-masalah sistemik, sperti gangguan ginjal dan
hepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan. Pada kasus kecelakaan lalu
lintas yang seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum dilakukan operasi
darurat perlu dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari asprirasi dengan
pemasangan NGT.
1.3.Persiapan Pasien Pre
Dan Pasca Bedah
Persiapan Pasien Pra
Bedah
Persiapan prabedah dilakukan untuk mempersiapkan
daerah kulit pasien. Kulit didesinfeksi dan diusahakan terhindar dari
kontaminasi sebelum dilakukan insisi bedah. Ada 2 jenis persiapan prabedah
yaitu pencukuran dan desinfeksi
1. Pencukuran
“Tata Cara”
Ketika mencukur pasien petugas di R.O. sebaiknya
memperhatikan petunjuk-petunjuk berikut :
1. Waktu yang tepat untuk mencukur pasien adalah segera
sebelum operasi di mulai.
2. Pasien harus menandatangani persetujuan operasi.
3. Dokter harus menulis perintah untuk mencukur
4. Daerah yang dicukur dibuat sekecil mungkin, tetapi
harus berupa daerah persegi dengan batas luarnya kira-kira 2 – 3 inci dari
daerah insisi yang sebenarnya.
5. Semua pencukuran dilakukan setelah kulit pasien
dibasahi.
6. Biasanya digunakan Betadine, asalkan pasien tidak
alergi terhadap desinfektan ini.
7. Rahasia pribadi pasien dijaga dengan membatasi tirai
8. Gunakan sarung tangan dan persiapkan karet busa yang
basah dengan sabun untuk membentuk busa
9. Dengan pisau cukur steril, cukurlah rambut pada kulit
dengan gerakan yang tegas ke arah tumbuhnya rambut
10. Setelah pencukuran selesai, keringkan daerah tersebut,
angkat semua rambut yang lepas dan tinggalkan pasien dalam keadaan yang
menyenangkan.
2. Desinfeksi
Tata Cara:
Ketika melakukan desinfeksi pada kulit pasien, petugas
di R.O. sebaiknya memperhatikan petunjuk-petunjuk berikut ini:
1. Setelah pasien dalam keadaan teranestesi, daerah
operasi diperlihatkan.
2. Beberapa dokter bedah memilih untuk menggosok daerah
operasi dengan sikat penggosok sebelum mengoleskan Betadine.
3. Umbilikus dibersihkan dengan tangkai aplikator yang
dibasahi dengan betadine bila ia juga termasuk bagian dari daerah operasi oleh
salah seorang asisten bedah.
4. Selanjutnya asisten bedah mengolesi daerah operasi
dengan kain kassa yang dibasahi dengan betadine. Daerah insisi diolesi terlebih
dahulu, kemudian daerah persiapan prabedah diperluas secara melingkar ke luar
sampai batas keamanan yang cukup lebar.
5. Biasanya dilakukan tiga kali pengolesan dengan
betadine pada daerah operasi.
6. Supaya efektif, desinfektan harus dibiarkan kering di
udara
7. Setelah daerah yang desinfeksi kering, mulai lakukan
penutupan dengan kain.
2. Persiapan
Fisik Untuk Bedah Efektif
Disini yang penting adalah
tersedianya daftar periksa rutin, yang dapat memungkinkan tidak adanya
aspek-aspek yang tertinggal.
3. Pelaksanaan Konsultasi Dokter
Obstetri Gynekologi dan Dokter Anesthesi
Selain itu anggota multi disiplin lainnya juga dapat terlibat, dalam hal ini
dilakukan pengkajian terhadap kesehatan ibu dan kesesuaiannya dengan anestesi
yang dipilih, pemeriksaan specimen darah, penghitungan darah lengkap, dan
pemeriksaan lainnya.
4. Perawatan
Saluran Pencernaan
a. Anjurkan
puasa sebelum operasi, di indikasikan agar isi lambung berkurang.
b. 6 jam
mengosongkan lambung makanan, dan 4 jam mengosongkan lambung dari cairan.
c. Puasa
lebih dari 6 jam tidak perlu dilakukan, menimbulkan stress pada pasien.
d. Beberapa obat
yang dapat memperlambat pengosongan lambung bisa dihindari (petidin).
e. Terapi
antasida dapat diberikan pada bumil, agar tingkat keasaman lambung berkurang.
f. Berikan
infus intravena.
5. Pre-Medikasi
a. Adalah
obat yang diberikan sebelum operasi dilakukan, sebagai persiapan atau bagian
dari anestesi.
b. Pramedika dapat
diresepkan sesuai dengan kebutuhan, pramedika yang sering digunakan dibagian
maternitas adalah antasid/antagonis H2.
c. Obat
lainnya dapat diberikan dengan perhitungan dampak terhadap keberadaan plasenta.
6. Persiapan
Kulit
a. Persiapan
kulit sebelum operasi bertujuan mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi.
b. Hal-hal yang
dapat memicu munculnya komplikasi dalam pelaksanaan operasi sebisa mungkin di
hindari (perhiasan, deodorant, tata rias wajah, dll)
7. Perawatan
Kandung Kemih dan Usus
a. Konstipasi
dapat terjadi sebagai masalah pascabedah setelah puasa di imobilisasi.
b. Oleh karena itu
akan lebih baik bila dilakukan pengosongan usus sebelum operasi.
c. Bila perlu
bisa diberikan supositoria gliserin disore hari sebelum operasi.
d. Kateter residua
atau kateter indwelling dapat tetap dipasang untuk mencegah terjadinya trauma
pada kandung kemih selama operasi, di pasang sebelum ibu dibawa ke kamar
operasi.
8. Stoking Kompresi
Pemakaian stoking kompresi
sangat diharuskan karena kematian akibat emboli pulmoner (setelah thrombosis
vena provunda) merupakan resiko yang sangat serius bagi ibu yang melahirkan
dengan operasi atau yang mengalami imobilitas dalam semua periode. Stoking
kompresi sangat penting terutama pada ibu yang memiliki faktor resiko (obesitas
atau varises)
9. Mengidentifikasi
dan Melepas Protesis
a. Semua
protesis seperti lensa kotak, gigi palsu, kaki palsu, dan lain-lain harus
dilepas sebelum pembedahan.
b. Pasien
dianjurkan memakai gelang identitas, terutama pada pasien yang diperkirakan
akan tidak sadar, pada SC disediakan gelang identitas untuk bayinya.
10. Dokumentasi
Bidan harus memastikan bahwa
semua persiapan fisik dan psikologis dicatat segerah setelah prosedur
dilakukan, hal ini sebagai bukti otentik dari apa yang telah dilakukan terhadap
pasien.
11. Latihan nafas dalam dan batuk pada pra-operasi
a. Pengertian
: suatu tindakan pendidikan kesehatan yang diajarkan kepada klien sebelum
operasi.
b. Tujuan :
1) Mencegah
terjadinya komplikasi paru-paru akibat pemberian anestesi.
2) Menbamtu
paru-paru berkembang dan mencegah terjadinya akumulasi sekresi yang terjadi
setelah anestesi.
c. Prosedur kerja : metode latihan nafas dalam
dan batuk mengikuti hal-hal di bawah ini :
1). Tidur dengan posisi semi fowler atau fowler penuh
dengan lutut fleksi, abdomen relaks dan dada ekspansi penuh.
2). Letakkan tangan diatas perut.
3). Bernafas pelan melalui hidung dengan membiarkan
dada ekspansi dan rasakan perut mengempis dengan tangan yang ada diatasnya.
4). Tahan nafas selama 3 detik.
5). Keluarkan nafas melalui bibir yang terbuka sedikit
secara peran-pelan (abdomen /perut kontraksi dengan inspirasi).
6). Tarik dan keluarkan nafas 3 kali, kumudian setelah
inspirasi diikuti dengan batuk yang kuat/keras bila untuk mengeluarkan secret.
7). Istirahat.
8). Ulangi tahap 3 sampai 7.
d. Hal yang harus diperhatikan :
1) Jika ada insisi di bagian thorax dan abdomen, pasien dapat
dipasang gurita atau ditekan dengan bantal untuk mengurangi peregangan saat
batuk.
2) Lakukan latihan ini segera setelah operasi bila keadaan memungkinkan. Untuk pasien yang
mempunyai masalah pernapasan misalnya penyakit pernapasan kronis diperlukan
latihan ini setiap jam.
12. latihan kaki .
a. pengertian : suatu tindakan latihan persiaan fisik
yang diajarkan ke pasien pada saat periode sebelun operasi (pre-oprasi).
b. tujuan :
1). Mempelancarkan penderahan darah.
2). Mencegas vena sratis.
3). Mempertahankan tonus otot.
c. prosedur pelaksanaan :
Ajarkan pada pasien 3 (tiga)
bentuk latihan yang berisi tentang kontraksi dan relaksasi otot quandriceps
(vastus intermedius, vastum lateralis, rectus femoris dan vastus medialis) dan
otot gastroknemius..
1). Lakukan dorsifleksi dan plantar fleksi pada kaki.
Latihan kadang-kadang diberikan seperti dalam keadaan memompa. Gerakan ini akan
membuat kontraksi dan relaksasi pada otot betis. Latihan kaki menolong mencegah
terjadinya thrombophlebitis dan vena statis.
2). Fleksi dan ekstensi pada lutut dan penekanan
kembali lutut ke dalam bed. Intruksikan pasien untuk memulai latihan segera
setelah operasi sesuai dengan kemampuannya.
3). Naikkan dan turunkan kaki dari permukaan bed.
Ekstensikan lutut untuk menggerakkan kaki. Latihan ini menimbulkan
kontraksi dan relaksasi otot quandriceps. Awasi pasien dalam melakukan latihan
kurang lebih 1 jam setiap bangun tidur, dengan catatan frekuensi latihan tergantung
kondisi pasien. Jelaskan pada pasien bahwa dengan kontraksi otot akan
mempelancar peredaran darah.
3. Asuhan Pada Pasien
Pasca Operasi
2.3 Asuhan Pasca Operasi
Setelah tindakan pembedahan
(pasca bedah), beberapa hal yang perlu dikaji di antaranya adalah status
kesadaran, kualitas jalan nafas, sirkulasi dan perubahan tanda vital yang lain,
keseimbangan elektrolit, kardiovaskuler, lokasi daerah pembedahan dan
sekitarnya, serta alat yang digunakan dalam pembedahan.
Rencana
tindakan
1.
Meningkatkan proses penyembuhan luka dan mengurangi
rasa nyeri dapat dilakukan dengan cara merawat luka, serta memperbaiki asupan
makanan tinggi protein dan vitamin C. kolagen dan mempertahankan integritas
dinding kapiler.
2.
Mempertahankan respirasi yang sempurna dengan latihan
nafas, tarik nafas yang dalam dengan mulut terbuka, lalu tahan nafas selama 3
detik dan hembuskan. Atau, dapat pula menggunakan diafragma, kemudian nafas
dikeluarkan perlahan-lahan melalui mulut yang dikuncupkan.
3.
Mempertahankan sirkulasi, dengan stoking pada pasien
yang beresiko tromboflebitis atau pasien dilatih agar tidak duduk terlalu lama
dan harus meninggalkan kaki pada tempat duduk guna memperlancar vena balik.
4.
Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit,
dengan memberikan cairan sesuai kebutuhan pasien ; monitor input dan output;
serta mempertahankan nutrisi yang cukup.
5.
Mempertahankan eliminasi, dengan mempertahankan asupan
dan output; serta mencegah terjadinya retensi urine.
6.
Mempertahankan aktivitas dengan latihan yang memperkuat
otot sebelum ambulatory.
7.
Mengurangi kecemasan dengan melakukan komunikasi
secara terapeutik.
1.5. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada
perawatan pasca bedah
Hal-Hal Dalam Perawatan Luka
Pasca Operasi Membersihkan dan Membalut luka .Luka yang memiliki tepian kulit yang berada dalam
posisi baik akan sembuh dengan cepat, dengan cara mengurangi resiko infeksi
(Briggs, 1997). Pengkajian luka harus memperhatikan kondisi klinis ibu, waktu
dan sifat operasi serta tampilan luka. Keputusan untuk membalut luka kembali
juga harus mencakup keputusan apakah pembersihan luka adalah sebagai berikut:
1. Membersihkan debris luka
2. Membuang jaringan yang
mengelupas atau jaringan nekrosis (Fletcher, 1997). Morison
(1992) berpendapat bahwa membersihkan luka tanpa menerapkan kedua kriteria
dapat merusak jaringan baru. Noe & keller (1998) mengindikasikan bahwa
membersihkan luka operasi yang dijahit dengan benang nilon pada hari pertama
pasca operasi dengan sabun dan air merupakan tindakan yang aman untuk dilakukan.
Meers et al (1992) menganjurkan untuk menggunakan teknik pembalutan bersih
dengan air dan sarung tangan nonsteril, selain teknik aspektik, untuk luka
jahitan yang memerlukan penggantian balutan. Ibu dianjurkan untuk mandi shower
bukan mandi berendam. Berendam di dalam bak dapat menyebabkan eksudat luka
lebih banyak beberapa hari kemudian karena jaringan menyerap air.
Bila
luka memerlukan pembersihan lebih lanjut, Flanagan (1997) menyarankan
penggunaan larutan salin isotonik (0,9 %) Pada suhu tubuh. Pertanyaan tentang
kapan balutan luka harus diganti msih menjadi pertanyaaan yang belum terjawab.
Tampaknya perlu dilakukan pengkajian setiap hari tanpa mengganggu luka dengan
membersihkan atau mengganti balutannya kecuali bila perlu.
Untuk
ibu dengan LSCS, berikut ini adalah beberapa prinsip yang dapat
diimplementasikan: :
1. Balutan dari kamar operasi dapat dibuka pada hari pertama pasca operasi
2. Ibu harus mandi shower bila memungkinkan.
3. Luka harus dikaji setelah operasi, dan kemudian setiap hari selama masa pascaoperasi sampai ibu diperbolehkan pulang atau dirujuk
4. Luka mengeluarkan eksudat cair atau tembus ke pakaian, pembalutan luka harus diulang, sebab bila tidak luka mungkin terbuka
5. Bila luka perlu dibalut ulang, balutan yang digunakan harus yang sesuai dan tidak lengket.
6. Bula luka perlu dibersihkan dan dibalut ulang, prosedur tersebut harus dilakukan dengan teknik bersih, dengan larutan salin minirmal yang hangat atau dengan air keran dan balutan yang sesuai
7. Bila luka tampak terinfeksi, perlu dilakukan apusan dan rujukan, teknik pembalutan aseptif harus digunakan dengan air atau salin normal dan balutan yang sesuai. Pengkajian dilakukan sesuai saran dari dokter obstrektik.
1. Balutan dari kamar operasi dapat dibuka pada hari pertama pasca operasi
2. Ibu harus mandi shower bila memungkinkan.
3. Luka harus dikaji setelah operasi, dan kemudian setiap hari selama masa pascaoperasi sampai ibu diperbolehkan pulang atau dirujuk
4. Luka mengeluarkan eksudat cair atau tembus ke pakaian, pembalutan luka harus diulang, sebab bila tidak luka mungkin terbuka
5. Bila luka perlu dibalut ulang, balutan yang digunakan harus yang sesuai dan tidak lengket.
6. Bula luka perlu dibersihkan dan dibalut ulang, prosedur tersebut harus dilakukan dengan teknik bersih, dengan larutan salin minirmal yang hangat atau dengan air keran dan balutan yang sesuai
7. Bila luka tampak terinfeksi, perlu dilakukan apusan dan rujukan, teknik pembalutan aseptif harus digunakan dengan air atau salin normal dan balutan yang sesuai. Pengkajian dilakukan sesuai saran dari dokter obstrektik.
1.6. Penatalaksanaan pasien pasca operasi
Menurut Cunningham (2006) penatalaksanaan untuk
klien post sectio caesarea meliputi :
1)
Analgesik
Untuk wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat
suntik 75 mg meperidin IM setiap 3 jam sekali bila perlu untuk mengatasi rasa
sakit atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10-15 mg morfin sulfat.
Obat-obatan antiemetik, misalnya prometasin 25 mg biasanya diberikan
bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik
2) Tanda-tanda
vital
Setelah dipindahkan ke ruang rawat, maka
tanda-tanda vital pasien harus di evaluasi setiap 4 jam sekali. Jumlah urin dan
jumlah darah yang hilang serta keadaan fundus uteri harus diperiksa, adanya
abnormalitas harus dilaporkan.Selain itu suhu juga perlu diukur.
3) Terapi
cairan dan diet
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan,
termasuk Ringer Laktat, terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam
pertama berikutnya. Meskipun demikian, jika output urin di bawah 30 ml perjam,
pasien harus dievaluasi kembali. Bila tidak ada manipulasi intra abdomen yang
ekstensif atau sepsis, pasien seharusnya sudah dapat menerima cairan per oral
satu hati setelah pembedahan.Jika tidak, pemberian infus boleh
diteruskan.Paling lambat pada hari kedua setelah operasi, sebagian besar pasien
sudah dapat menerima makanan biasa.
4) Vesika
urinaria dan usus
Kateter sudah dapat dilepas dari vesika urinaria
setelah 12 sampai 24 jam post operasi. Kemampuan mengosongkan urinaria harus
dipantau sebelum terjadi distensi. Gejala kembung dan nyeri akibat inkoordinasi
gerak usus dapat menjadi gangguan pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi.
Pemberian supositoria rectal akan diikuti dengan defekasi atau jika gagal,
pemberian enema dapat meringankan keluhan pasien.
5) Ambulasi
Pada hari pertama post operasi, pasien dengan
bantuan perawat dapat bangun dari tempat tidur sebentar sekurang-kurangnya
sebanyak 2 kali. Ambulasi dapat ditentuka waktunya sedemikian rupa sehingga
preparat analgesik yang baru saja diberikan akan mengurangi rasa nyeri.
Pada hari kedua, pasien dapat berjalan ke kamar mandi dengan pertolongan.Dengan
ambulasi dini, trombosit vena dan emboli pulmoner jarang terjadi.
6) Perawatan
luka
Luka insisi diinspeksi setiap hari, sehingga
pembalut luka yang relative ringan tampak banyak plester sangat
menguntungkan.Secara normal jahitan kulit diangkat pada hari ke empat setelah
pembedahan.Paling lambat pada hari ke tiga post partum, pasien sudah dapat
mandi tanpa membahayakan luka insisi.
7) Laboratorium
Secara rutin Ht diukur pada pagi hari setelah
operasi, Ht harus segera dicek kembali bila terdapat kehilangan darah atau bila
terdapat oliguri atau keadaan lain yang menunjukan hipovolemia. Jika Ht stabil,
pasien dapat melakukan ambulasi tanpa kesulitan apapun dan kemungkinan kecil
jika terjadi kehilangan darah lebih lanjut.
1.7. Komplikasi dan penanganan pada kasus bedah
Semua jenis operasi, baik yang sederhana maupun rumit,
dapat menyebabkan komplikasi pasca bedah karena berbagai alasan, terkontrol
atau tidak. Walaupun ada yang hanya bersifat sementara dan tidak berbahaya,
namun komplikasi lain dapat bersifat serius dan membahayakan nyawa. Resiko
komplikasi ini perlu dipertimbangkan sebelum pembedahan, saat pembedahan, dan
setelah pembedahan. Prosedur penanganan komplikasi pasca bedah juga sudah harus
dipersiapkan untuk keamanan pasien.
Kemungkinan terjadinya komplikasi pasca bedah
ditentukan oleh beberapa faktor, termasuk jenis operasi yang dilakukan, kondisi
pasien sebelum operasi, apakah pasien dirawat jalan atau rawat inap, dan sebagainya.
Beberapa komplikasi yang paling umum terjadi akibat pembedahan dan obat bius
adalah:
- Terbentuknya
abses
- Kebingungan
akut atau delirium
- Reaksi
alergi
- Atelektasi
basal atau kolaps/malfungsi paru
- Kehilangan
darah
- Penyumbatan
pencernaan (seringkali karena adhesi sel) atau terganggunya sistem
pencernaan
- Komplikasi
kardiovaskular (misalnya disritmia, infarksi, dan cedera iskemik)
- Trombosis
vena dalam (TVD) atau emboli paru
- Luka
tidak sembuh dengan baik (karena komplikasi)
- Hematoma
atau memar
- Berkurangnya
produksi urin dan tubuh tidak mendapatkan pengganti cairan yang cukup
- Mual
dan muntah
- Pneumonia
- Demam
pasca operasi
- Dekubitus
atau luka tekan
- Pendarahan
primer (dapat terjadi selama atau setelah pembedahan karena meningkatnya
tekanan darah)
- Cedera
bedah karena kerusakan jaringan yang tak dapat dihindari, misalnya pada
saraf di sekitar area bedah
- Infeksi
luka atau pecahnya luka (jahitan bedah terlepas)
Beberapa komplikasi yang dapat
terjadi dalam beberapa minggu atau bulan setelah pembedahan adalah keloid, hernia di tempat sayatan bedah, radang sinus yang susah hilang, dan
kambuhnya penyebab bedah (misalnya pada kasus kanker atau penyebaran kanker).
Siapa yang Perlu
Menjalani Penanganan Komplikasi Pasca Bedah dan Hasil yang Diharapkan
Perawatan pasca bedah akan diberikan pada semua pasien
yang menjalani pembedahan, baik operasi rawat jalan kecil atau operasi besar
yang dilakukan di ruang operasi. Bahkan, proses perawatan ini sudah dilakukan
sebelum pembedahan, yaitu dengan mempersiapkan pasien dan memberikan konseling.
Perawatan sebelum bedah meliputi pemeriksaan kesehatan, identifikasi faktor
resiko, dan memberikan informasi jelas tentang prosedur serta pemulihan jangka
pendek dan panjang. Perawatan sebelum dan sesudah bedah biasanya akan saling
melengkapi.
Saat ini, terdapat protokol untuk mencegah komplikasi
pasca bedah. Langkah pencegahan dasar meliputi pengaturan berat badan dan pola
makan, intervensi untuk resiko kehilangan darah, persiapan teknis yang baik
(misalnya jenis sayatan, teknik, drainase, dan sebagainya), intervensi
kebocoran anastomosis, dan pencegahan dengan antibiotik. Melalui proses ini,
pasien dan ahli kesehatan dapat saling bekerjasama untuk memastikan
keberhasilan operasi serta lancarnya proses pemulihan.
Cara Kerja Penanganan Komplikasi Pasca Bedah
Penanganan komplikasi pasca bedah dapat dibedakan
menjadi masa penanganan langsung dan tertunda. Pada penanganan langsung,
prosedur di bawah ini biasanya akan langsung dilakukan setelah pembedahan:
- Penanganan
nyeri – Dokter akan meredakan nyeri pasien dengan memberikan obat pereda
nyeri oral atau intravena, obat penenang, antibiotik, antikoagulan, dan
antiemetik.
- Perawatan
luka – Bekas sayatan dan penutup luka akan terus diperiksa untuk mencari
tanda-tanda infeksi.
- Pengawasan
– Tekanan darah dan denyut jantung pasien akan diawasi secara rutin.
Cairan yang masuk dan keluar tubuh pasien juga akan diperhatikan, begitu
juga jumlah sel darah dan elektrolit untuk pengganti cairan. Sistem
pernapasan dan suhu tubuh juga akan diperiksa. Perawat juga akan memeriksa
apakah terjadi gangguan pencernaan, edema kaki, bercak merah abnormal, dan
nyeri (TVD).
- Mobilisasi
– Mobilisasi dini akan selalu dianjurkan setelah operasi. Pasien sebaiknya
sebisa mungkin bergerak, mengambil napas dalam, latihan menguatkan otot,
dan menggunakan alat bantu berjalan, jika diperlukan.
- Komunikasi
– Pasien akan terus diberitahu mengenai perkembangan kondisi mereka dan
diyakinkan akan adanya penanganan pasca bedah.
Tergantung pada jenis komplikasi dan kapan komplikasi terdeteksi, dokter dapat melakukan berbagai penanganan. Sebagai contoh, pneumonia diobati dengan antibiotik dan fisioterapi, sedangkan masalah kardiovaskular akan ditangani dengan obat-obatan atau operasi tambahan. Pendarahan akan ditangani dengan transfusi darah, infeksi luka dengan antibiotik topikal atau oral, dan pecahnya luka dengan analgesik atau penjahitan ulang. Pasien harus terus diawasi agar komplikasi dapat terdeteksi sejak dini dan segera ditangani dengan baik.
Setelah pasien diperbolehkan pulang dari rumah sakit,
perawatan pasca bedah dapat terus berlanjut. Pasien (atau keluarga pasien) akan
diberi riwayat diagnosis, rangkuman prosedur medis, dan instruksi, misalnya
untuk obat atau terapi tambahan. Informasi untuk konsultasi lanjutan akan
dicantumkan di surat pulang pasien.
Kemungkinan
Komplikasi dan Resiko Penanganan Komplikasi Pasca Bedah
Semua prosedur bedah memiliki resiko dan komplikasi
tertentu, sehingga penanganan komplikasi pasca bedah menjadi hal yang sangat
penting. Penanganan ini merupakan proses rutin yang dilakukan oleh dokter
bedah, dokter, dan perawat untuk menjaga keamanan, kesehatan, dan kondisi
pasien. Prosedur ini harus dilakukan oleh ahli kesehatan berpengalaman agar
komplikasi pasca bedah dapat dicegah dan ditangani dengan baik bila
terjadi.
Dokumentasi
Post Operasi
Tujuan utama dari awal periode post operasi adalah
membantu klien kembali dalam kondisi normal, secara sepat, aman dan senyaman
mungkin. Informasi tentang perkembangan yang diharapkan dari keadaan pada masa
post anasthesi dan post operasi harus dimasukkan ke dalam catatan permanan
klien, selanjutnya kunci jangkauan dokumentasi selama periode post operasi
antara lain :
1. Fungsi
respiratory
2. Status
cardiovaskuler
3. Kembalinya
fungsi neurologic
4. Pengakuan
dan manajemen komplikasi
5. Kebutuhan
psikososial / respon
6. Keamanan
dan keselamatan
7. Keseimbangan
cairan
8. Penyembuhan
luka dan pencegahan infeksi
9. Tingkat
aktivitas
Yang harus di dokumentasikan termasuk kegiatan
pengkajian, doagnosa baru / diagnose yang divalidasikan atau dikoreksi kembali,
rencana perawatan saat ini, rumusan tujuan atau hasil akhir yang diharapkan
intervensi dan evaluasi respon klien. Perawatan harus menyadaridan memahami
hal-hal yang umum terjadi pada post operasi, komplikasi dan situasi resiko
tinggi yang perlu dilakukan pencatatan secara teliti, mendalam dan
detail.
Transfer
Assessment
Untuk mempermudah antar pelaksanaan perawatan di ruang
operasi, di unit perawatan post anastesi dan unit perawatan post operasi,
maka perawat yang berada pada ruangan ersebut harus dapat mengidentifikasikan
dan melakukan pencatatan data-data berikut ini :
Berhubungan
dengan riwayat (jantung, pernapasan, pengobatan )
Jenis
pembedahan/ prosedur/ komplikasi, kejadian tak diduga
Jenis
anatesi (umum, spinal, IV, cara penggunaan)
Type
drainage tube
Jumlah
cairan per IV / hasil darah dalam OR/ Pacu
Meniotoring
/ membaca garis tekanan / CVP/ swan gans
Anasthesi
Tanda
vital, suku
Pengeluaran
Status
klien dalam Pacu dan pemindahan keunit perawatan
Mestinya semua informasi ini dapat dimasukkan ke dalam
pencatatan post anasthesi dimana dapat dnegan mudah dicari kembali bila
diperlukan.
Pengkajian
Utama
Respirasi, sirkulasi dan system neurologi tanda-tanda
vital sangat berarti dalam perkembangan anasthesi. System-sistem ini
diprioritaskan untuk segera dikaji dalam semua prosedur pembedahan. Berfungsi
secara baik dan dapat dipantau dnegan alat-alat pemantauan (arteri line, ICP,
CVP) membutuhkan dokumentasi yang akurat berdasarkan pada petunjuk tetap /
intruksi dokter. Pengamatan kritis dicatat, pengkajian tambahan perlu dilakukan
yang terdiri dari :
1. Lokasi
balutan (warna, jumlah, konsistensi)
2. Lokasi
selang, jalannya (warna, jumlah bau, konsistensi) portensi dan waktu
pengosongan)
3. Interritas
kulit, daerah yang rusak / kemerahan , edema bengkak
4. Saluran
cerna, ukuran perut, kekenyalan, penekanan, GT, ostomy, platus pengukuran
lingkar perut jika ada indikasi.
5. Saluran
kencing, pengeluaran urine (warna, jumlah, bau) tahanan pengeluaran cateter
6. Muskuloskletal,
traksi, penyanggahan, shek neurovaskuler, kehangatan, nadi warna, pengisian
kapiler, sensasi.
7. Ganggung
kateter tetap dan tidak teap
8. Nyeri,
menyatakan lokasi, pemotongan efektivitas dari obat
9. Kebutuhan
psikologi
Pengkajian lebih rinci pada system tubuh tertentu
dibutuhkan, tergantung dari tipe pembedahan contoh : seseorang yang telah di
lakukan craniotomy akan memerlukan lebih jauh pengkajian saraf dari pada klien
yang dilakukan apendiktomi.
Diagnosa
Standar keperawatan yang memerlukan dokumentasi untuk
diagnose keperawatan yang berdasarkan pada pengkajian inisial data.
|
Diagnosa
|
Tujuan yang
diharapkan
|
Intervensi
|
|
Potensial untuk trauma b.d hilangnya sensasi rasa,
persepsi / kesadaran dan efek dari sadatif. Ditandai dengan :
Klien
gelisah
Bingung
Belum
sembuh dari anastesi
Nyeri
Hipoksia
|
Tidak terjadi
trauma selama post operasi pada fase pembedahan
|
Pasang
pengaman
Pengekangan
halus
Baca
pulse oksimeter
Nyalakan
alaram
Oksigen
K/P
Alat
kerja
Control
nyeri
|
|
Tidak efektifnya jalan nafas atau pola nafas
b/d post anasthesi, reaksi sedativ dan nyeri insisi ditandai dnegan :
Nafas
buatan
Oral/
nasal
Batuk
yang tidak efektif
Sumbatan
jalan nafas
Sianosis
Perut
yang membsar
|
Jalan nafas bersih
pernapasan efektif.
|
Hidap
lender
Pola
nafas
Tanda
vital
Suara
nafas
Posisi
elevasi
Batuk
efektif
Baca
pulse oximeter
tingkat
kedasaran
|
|
Potensial gangguan perfusi jaringan b/d kekurangan
cairan perdarahan dan tidak ada pergerakan selama pembedahan ditandai dnegan
:
denyut
nadi lambat
perubahan
shu
lambatnya
pengisian kapile
nyeri
hilangnya
sensasi
terbatasnya
pergerakan
|
Ganggaun perfusi
jaringan tidak terjadi
|
hitung
denyut nadi
keadan
luka / balutan
warna
kulit / kehangatan
pergerakan
beri
kompres
ubah
posisi
|
|
Nyeri b/d adanya luka insisi ditandai dengan :
adanya
nyeri
sulit
bergerak
pasien
meringis kesakitan
Bp.
HR
|
Nyeri berkurang
|
Beri
analgetik, masam dosis, lokasi waktu, efek yang menyenangkan ukuran dn hasil
Kompres
hangat / dingin
Posisi
elevasi
|
|
Potensial kekurangan cairan b/d NPO status, ditandai
dengan
Penutuan
TD dari TD semula
Meningkatnya
HR
Urine
sedikit < 32 ml/ hari
Tidak
normalnya perkembangan/ penurunan dari saluran / balutan
CVP
normal / swangans
|
Keseimbangan caitan
terjaga
|
Beritahu,
saat posisi trendelenburg
Catat
efek pengobatan darah, hasil darah, jumlah cairan
Lab,
hasil tes
|
|
Potensi infeksi b/d penekanan pada kulit, ditandai
dengan :
Berubah
kaulitas warna, secret meningkatnya suhu
Meradang
Emningkatnya
keukosit darah
Techykardi
|
Infeksi post
operasi tidak terjadi
|
Benuk
/ jumlah cairan, drainage, secret
Rubah
posisi / ambulasi
Ganti
balutan steril
Ukuran
suhu 4 jam sekali kultur / darah
|
Semua diagnose keperawatan didokumentasikan dari
indikasi kritis juga semua aktivitas perawatan bersamaan dengan evaluasi
tujuan. Pengkajian lebih lanjut psa perioperatif tediri dari :
1. Status
kardiovaskuler, tanda vital, ekg monitoring, CVP swans gans
2. Status
pernapasan, warna kulit, kuku, pols, suara paru, karakteristik pernapasan
3. Status
neurologis, neurovaskuler, pupil, motorik/sensorik, tingkat kesadaran
4. Pembuangan,
draun, urine posisi drain
5. Nyeri,
kualitas, lokasi
6. Cairan
IV/Bloos, volume, type, waktu lokasi
7. Pengobatan
8. Posisi/perubaha
posisi
9. Batuk
dan dalamnya perpanasan, kemampuan bentuk produktif, jumlah konsistensi, warna
secret
10. Pungent
11. Komplikasi,
evaluasi dan management yang sama
Dokumentasi
Post Anasthesi
Sesuai dengan PACU perawat harus
mendokumentasikan perubahan klien ke arah baik. Conothnya klien dengan inubasi
yang pindah ke ICU dengan special monitoring, atau klien yang hanya
kesadarannya menurun harus mempunyai fakta dokumentasi yang disesuaikan dengan
keadaan. Bila klien tidak ada indikasi untuk Pacu meeka tidak padat post
anasthesi observasi tetap didokumentasikan.
Setelah perawata post anasthesi observasi tetap
didokumentasikan :
1. Keadaan
balutan (kering, berubah, lepas, keutuhan)
2. Luka
draun (warna, jumlah, bau, konsistensi, lokasi)
3. Tanda
vital, suhu
4. Prilaku
klien
5. Irigasi
dan cairanyang menunjukkan sebagai refluk
6. Keadaan
kulit
7. Tolerasi
nyeri
8. Pemasukan
/ pengeluaran
9. IV,
cairan, lokasi, jangka waktu
10. Pemberian
obat pada pacu
11. Pengkajian
khusus/ akibat
12. Tinjauan
kejadian luar biasa dipacu
13. Diagnose
keperawatan yang aktif pada saat klien keluar dari pacu
14. Hubungan
dnegan orang-orang
15. Tanda
tangan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anastesi dibagi menjadi dua
kelas, yaitu: Anastesi yang menghambat sensasi diseluruh tubuh (anastesia umum)
dan yang menghambat sensasi disebagian tubuh (lokal,regional,epidural atau
anastesia spinal). Persiapan pre operasi meliputi peran bidan di kamar operasi,
Persiapan fisik untuk bedah efektif, pelaksanaan konsultasi dokter obstetri
gynekologi dan dokter anesthesi, pre-medikasi, persiapan kulit, perawatan
kandung kemih dan usus, stoking kompresi, mengidentifikasi dan melepas
protesis, dokumentasi, perawatan intra operatif, asuhan pasca operasi,
observasi pasca operatif, asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan SC,
peran dan tanggung jawab bidan, latihan nafas dalam dan batuk pada pra-operasi,
latihan kaki, persiapan kulit untuk pembedahan, merawat luka, memasang dower
kateter. Perawatan Pasca Operasi adalah setelah tindakan pembedahan (pasca
bedah), beberapa hal yang perlu dikaji di antaranya adalah status kesadaran,
kualitas jalan nafas, sirkulasi dan perubahan tanda vital yang lain,
keseimbangan elektrolit, kardiovaskuler, lokasi daerah pembedahan dan sekitarnya,
serta alat yang digunakan dalam pembedahan.
3.2 Saran
Pemahaman terhadap materi tersebut sangat dibutuhkan
apabila telah turun lapangan. Karena jika terjadi kesalahan maka dapat
berakibat fatal.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer Suzanne C, Brenda G Bare.____. Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah.Edisi 8. Jakarta:EGC
Eko Nurul, Andriani Sulistiani.2010.KDPK[Keterampilan Dasar Praktik
Klinik]Kebidanan.Yogyakarta:Pustaka Rihama
Manuaba Ida Bagus G.1999.Operasi Kebidanan dan Keluarga Berencan Untuk
Dokter Umum.Jogjakarta:Nuha Medika
Wiknjosastro, Hanifa.2009. Ilmu Kandungan. Jakarta:PT.Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar